top of page
Search

Travel ANTI MAINSTREM Ceko

  • thesimplehappylife
  • Apr 30, 2020
  • 8 min read

Praha, Bohemia Region.


Praha merupakan sasaran utama turis internasional saat berkujung ke Republik Ceko. Kota ini sangat cantik dengan arsitektur kuno ala jaman kerjaan. Salah satu tempat yang paling terkenal di Praha yaitu Charles Bridge yang menghubungkan The Old Town (Kota Lama) dan jalan menuju

Prague Castle. Charles Bridge berdiri di atas sungai terbesar di Ceko. Suasananya begitu romantis saat senja. Sepanjang jalan dihiasi cahaya lampu dan alunan merdu para pemusik jalanan yang memainkan lagu-lagu klasik. Saat menyusuri Charles Bridge seolah saya merasakan hidup di jaman kerajaan seperti sedang ikut hidup dalam film Game of Thrones. Ketiga tempat tersebut merupakan destinasi utama para turis. Jangan heran kalau tempat tersebut sangat ramai terutama saat liburan musim panas.


Ketika sedang kuliah di Praha tahun 2018, pada hari Minggu saya sempatkan waktu untuk ke Gereja. Sebenarnya itu pertama kali saya mengikuti perayaan Gereja di Ceko. Alhasil saya hanya sekedar memilih Gereja Katholik yang paling dekat dari dormitory. Setelah perayaan Gereja selesai, saya melihat bapak, ibu, dan dua anak remaja laki-laki yang menggunakan baju batik. Mendekatlah saya karena sudah lebih dari dua minggu saya tidak bertemu orang Indonesia. Saya memulai pembicaraan dengan salah satu remaja tersebut

"Mas, orang indo ya?"

"Oh iya mbak. Mbak dari indo juga ya?"

Singkat cerita saya berkenalan dengan mereka. Keluarga ini begitu baik dan ramah. Mereka juga sama-sama orang Jawa.

"Mbak Erica asalnya darimana?" tanya si ibu.

"Saya dari Semarang bu." Dengan santun saya menjawab.

"Lahhh....... Semarang. Dulu SMA nya dimana?" Ibu sangat penasaran.

"SMA Loyola bu."

Sambil sedikit terkejut bahagia si ibu menunjuk suaminya dan berkata "Lhoo bapak ini dulu juga."

Ya ampun! Dunia itu sempit sekali ternyata! Jauh-jauh kuliah di Praha ujung-ujungnya ketemu kakak alumni.


Saya dan keluarga kecil ini semakin akrab ditambah lagi dengan background sekolah yang sama. Mereka ternyata sedang berlibur di Praha karena anaknya yang paling besar bersekolah di Jerman. Dengan berjalan kaki sambil bercerita banyak hal, saya mengantar mereka berkeliling Prague Castle. Mereka juga mengajak saya makan siang dan ibu membelikan saya kotak musik klasik yang kalau diputar akan ada instrumen lagu Mozart.

Berkah anak kos. Disaat dompet tipis dan lapar, eh ada yang ngajak makan. Tuhan Mahabaik hehehe.......


Anyway, The Old Town, Charles Bridge, dan Prague Castle yang di dalamnya terdapat Kathedral St. Vitus merupakan tiga destinasi wajib bila berkunjung ke Praha. Tiga tempat ini juga gratis kecuali kalian ingin melihat isi furniture ala kerajaan di dalam Prague Castle. Saya hanyalah mahasiswa dan traveller kere waktu itu. Jadi, mengelilingi kompleks bangunan Prague Castle dan masuk ke Kathedral St. Vitus sudah cukup.


St. Vitus Cathedral, Prague Castle.


Meski kotanya begitu cantik, saya tidak suka berlama-lama di Praha karena kepala saya sering nyut-nyutan dan migren kalau melihat lautan turis. Ingin beli Oskadon biar langsung oyee tapi tidak ada yang jual. Alhasil gateaway ke lokasi-lokasi anti mainstream dimulai.


Kutna Hora, Bohemia Region.


Petr, tunangan saya, mengajak pergi ke Kutna Hora di wilayah Bohemia. Sebuah kota kecil dekat Praha yang jaraknya kurang lebih 45 menit menggunakan kereta komunis. Waktu itu, hanya ada kereta kuno komunis untuk menuju kesana. Kereta ini tak ber AC. Kursinya masih dari besi baja. Bentuknya seperti kereta perang tapi tidak memiliki cerobong asap. Perjalanan di kereta begitu menyenangkan. Karena saat itu sedang musim panas, saya membuka jendela agar mendapat udara segar. Semilir angin membuat saya semakin menikmati pemandangan dari jendela. Tampak para tukang yang sedang memperbaiki jalan dan jembatan. Seolah saya hidup kembali di era komunis.


Tak banyak bangunan modern di Kutna Hora. Transportasi publik juga tak banyak. Hampir seluruh jalan tidak beraspal melainkan pavling ala jaman kerajaan. Disana terdapat Gereja yang dibangun dengan tulang manusia dari kurang lebih 40.000 manusia yang meninggal karena wabah saat Hussite war.


(Paragraf ini bercerita sedikit mengenai Hussite war. Kalo nggak minat sejarah, skip ke paragraf selanjutnya.)

Hussite war merupakan perang antara pre-Protestan Christian reformer bernama Jan Hus melawan korupsi di hierarchy Katholik Roma saat Ceko masih dibawah kekuasaan The Holy Roman Empire. Pembantaian terhadap umat Katholik dan pendukung Jan Hus terjadi cukup besar saat itu. Perang ini terjadi pada masa kekuasaan King Wenceslaus the Fourth. Ia merupakan putera dari King Charles the Fourth yang menjabat sebagai Emperor of The Holy Roman Empire sekaligus Czech King dan memimpin kekuasaanya di Praha tepatnya di Prague Castle. King Charles the Fourth merupakan The Greatest King dalam sejarah Ceko. Nah ini menjadi alasan mengapa nama jembatan di Praha bernama Charles Bridge. Bahkan nama universitas terbaik di Ceko juga bernama Charles University yang merupakan salah satu universitas tertua di Eropa.


Ceko selalu berada dibawah kekuasaan bangsa Jerman mulai dari The Holy Roman Empire, The Austrian-Hungarian Empire, hingga akhirnya occupation oleh Hitler saat perang dunia dua. Cerita sejarah inilah yang menjadi alasan mengapa banyak generasi tua dan para pencinta sejarah di Ceko kurang senang dengan bangsa Jerman. Bila kalian belum membaca bagaimana reaksi tunangan saya saat bertemu dengan orang Jerman, silahkan baca


Gereja bertulang di Kutna Hora.


Jalanan di Kutna Hora.



Blansko, South Moravia Region.


Masih ingin menjauh dari turis grombolan turis, di lain hari, Petr, mami, dan daddy nya membawa saya ke hut milik mereka yang terletak di Kota Blansko di wilayah Moravia Selatan. Hut ini hanya rumah kayu sederhana tanpa listrik yang terletak di dalam hutan konservasi dan dibangun sendiri oleh daddy. Tidak ada bangunan lain di sekeliling hut tersebut. Di depan hut ada tatanan batu untuk api unggun dan di seklilingnya terdapat bangku yang terbuat dari batang pohon yang tumbang. Tidak ada toilet. Hanya sebuah bilik di bawah pohon rindang. Bilik itu kami sebut dried toilet. Terbuat dari kayu dan di dalamnya dibentuk sedemikian mungkin mirip dengan toilet duduk. Tidak ada air maupun septic tank. Jadi, kami menggunakan ember dibawahnya dan pasir khusus untuk menimbun kotoran. Dimana nantinya akan dijadikan pupuk untuk pepohonan di hutan.

Rasanya gimana? Tentu awal kali saya geli-geli jijik. Waktu mau buang air, baru buka pintu wueeerrrrrr……. Laler alias lalat dari dalam toilet langsung terbang ke muka saya!

Lari lah saya dan memilih buang air di semak-semak.

Hut tersebut biasa digunnakan daddy untuk berkumpul dengan teman-teman sesama cave explorer. Daddy hobi banget memasuki goa yang dalam dan belum terjamah manusia. Mereka harus menggunakan tambang, pakain, dan alat-alat khusus. Jadi goa yang dikunjungi bukan seperti Goa Kreo di Semarang, bukan goa-goa dangkal yang bisa dimasuki orang dengan berjalan kaki, melainkan goa purba yang hanya bisa dimasuki oleh para expert dan peneliti.



Tampak depan Hut yang daddy bangun sendiri.


Bersantai di bangku yang Petr dan daddy nya buat.


Toilet mambu alias dried toilet


Kamar terletak di lantai dua. Hanya ada satu kamar besar dengan kasur kapuk.


Di wilayah Blansko tempat hut kami berada memang banyak sekali goa-goa purba. Kami mengunjungi Punkva Cave. Sebuah goa purba yang banyak ditemukan fosil neanderthal dan mamot. Goa ini memang tempat wisata, tapi tidak banyak turis internasional yang berkunjung. Pemandangan di dalam goa begitu menakjubkan. Stalakmit dan stalaktit menjulang tinggi. Suasananya goa cukup dingin dan terdengar suara air yang menetes dari langit-langit stalaktit. Di dalam goa dekat pintu keluar, terdapat museum dan patung-patung yang menggambarkan kehidupan manusia purba. Saya benar-benar merasakan tinggal di jaman purba apalagi saat menonton film mengenai neanderthal di dalam goa.


Patung neandertall di Punkva Cave.

Vraclávek, Silesia Region.


Tamasya belum selesai. Saat memasuki musim gugur, kakek dan neneknya Petr membawa saya ke summer house milik mereka. Summer house merupakan rumah singgah yang letaknya jauh dari kota dan biasanya digunakan untuk relaksasi saat weekend atau liburan. Summer house milik keluarga Petr terletak di sebuah desa kecil yang hanya didiami 190 jiwa penduduk. Desa ini bernama Vraclávek yang hanya berjarak 13 km dari Polandia. Kira-kira hanya dua jam berjalan kaki dan 13 menit menggunakan mobil untuk tiba di Polandia.


Summer house ini umurnya sekitar 100 tahun. Dahulu didiami oleh keluarga Jerman saat perang dunia 1 hingga akhir perang dunia kedua mereka di deportasi dan harus kembali ke Jerman.

Ketika saya tiba pertama kali, saya begitu takjub karena rumah ini seolah memiliki sejarah dan energi yang begitu kuat. Saat pintu utama dibuka, tampak sebuah lorong yang membawa saya ke ruang utama. Disana tampak gagah perapian kuno yang dihiasi furniture antik seperti layaknya rumah di film-film jaman perang. Berjalan terus menyusuri ruang utama, terdapat lorong yang menghungkan dengan dapur dan ruang makan. Di dapur terdapat bara perapian lain yang biasa digunakan untuk memanggang roti. Dibalik bara perapian tersebut terdapat sebuah bilik kecil beralaskan bulu domba yang merupakan tempat tidur asisten rumah tangga pada jaman perang. Belum ada listrik saat itu. Tidur bersanding diperapian adalah hal yang wajar untuk menghangatkan diri saat musim dingin. Ada sebuah tangga di dapur yang membawa saya menuju ruang bawah tanah. Di situlah keluarga Petr menimbun persediaan makanan untuk musim dingin seperti acar, asinan dan manisan buah-buahan. Rumah ini begitu luas. Masih ada satu lorong lagi yang membawa saya ke kandang kuda dan kandang babi. Tapi, kedua kandang ini sangat berantakan karena tak ada yang mau mengurus ternak.


Sebenarnya ada tiga kamar dan kamar mandi di lantai satu. Di belakang dan samping rumah juga terdapat kebun yang ditumbuhi pohon apel. Tapi, saya bingung menjelaskannya karena rumah ini sangat besar. Di lantai dua terdapat sebuah kamar besar dan luas dengan beberapa ranjang kuno. Di atas kamar ada sebuah atic yang sangat usang dan berdebu. Di situ saya temukan boneka plastik anak perempuan dengan mata seperti kelereng dan baju kunonya yang lusuh. Persis seperti di film horror. Jika saya membuka pintu kamar di lantai dua, terdapat balkoni besar dan luas dimana terdapat kolam renang yang tak lagi digunakan.


Malam hari tiba. Angin bertiup cukup kencang. Terdengar suara serangga yang bersautan. Dari jendela tampak hutan di depan rumah yang gelap dan berkabut. Kami satu keluarga berkumpul di perapian sambil mendengarkan kakek menceritakan kisah hidupnya di jaman perang. Yang awalnya beliau hanyalah seorang anak petani hingga menjadi seorang KAPOLDA. Namun, beliau harus kehilangan pekerjaan saat revolusi terjadi. Alhasil, kakek beralih profesi menjadi seorang pengacara.


Tak terasa malam semakin larut, hawa dingin menusuk tulang, kami semua beranjak ke kamar masing-masing. Pencahayaan dirumah begitu redup karena hanya ada lampu kuning dan cahaya dari perapian. Saya gemetar dan menelan ludah saat tahu saya, Petr, dan mami akan tidur bersama di kamar lantai dua. Meski secara arsitektur rumah ini begitu cantik, tapi suasana di dalam rumah ini sering membuat bulu kuduk berdiri.


Kami tidur di tiga ranjang berbeda, namun letaknya berdekatan. Apeslah saya yang harus tidur tepat di sebelah pintu gudang. Ketika semua sudah terlelap, saya masih sulit memejamkan mata. Entah apa yang ada dipikiran, saya benar-benar merasa sedang berada di rumah film counjuring. Tak hen-henti mata saya memandangi pintu gudang yang begitu besar dan gagah.

Tengah malam saya bermimpi tapi terasa nyata. Ada seorang wanita Eropa, tidak terlalu tua, memakai gaun putih kuno dengan lengan panjang dan kerah seleher. Rambutnya ikal gelap tergulung rapih. Mirip seperti wanita Eropa kuno yang ada di film insidious. Wanita itu duduk di ranjang, tepat di samping saya. Ia bercerita tentang rumah itu dan kedua anak perempuannya. Wanita ini mengatakan terima kasih karena sudah merasakan kehadirannya dan mengajak saya bermain dengan kedua anaknya di gudang. Saya berusaha untuk bangun dan tidak mendengarkan. Tapi, mata saya tidak bisa dibuka dan badan sulit digerakkan. Wanita ini tetap meneruskan pembicaraanya yang sama sekali tidak saya gubris. Badan saya mulai kesakitan dan dada begitu sesak. Dengan kushuk saya berdoa dan terus berdoa. Akhirnya saya bisa terbangun. Serontak saya lari ke ranjang Petr dan memeluknya begitu erat. Saya berkeringat dan ketakutan.

Petr terbangun dan bertanya "What's wrong with you?"

"I've got a nightmare." Jawab saya sambil gemetar.

Petr memeluk saya dan menyelimuti saya dengan selimut yang ia pakai.

Tak tahu apa yang saya alami malam itu. Semoga itu hanyalah bunga mimpi yang tak ada kebenarannya. Semenjak kejadian itu, hari-hari berikutnya, saya memilih tidur beramai-ramai di ruang tamu. Meski lagi-lagi ketika saya terbangun tetap saja ada pemandangan mencekam dari jendela, sebuah hutan dingin yang berkabut seperti hutan White Walker dalam film Game of Thrones.



Perapian di ruang keluarga.


Dapur. Di bagian kanan sebelah wajan merupakan bara perapian untuk memanggang roti. Di samping kiri sebelah botol air ada pintu menuju ruang bawah tanah.


Demikian cerita saya saat liburan di Republik Ceko bulan July-September 2018. Coba lah berkunjung ke kota-kota kecil hingga pedesaan dan membaur dengan orang-orang lokal. Mereka akan sangat bahagia bertemu dan menjamu orang asing. Kalau mau uji nyali silahkan tinggal dirumah kuno Eropa dan rasakan sensasinya! :D

Jumat, May 1, akan publish cerita mengenai drama penerbangan yang bikin saya darah tinggi dan jantungan.


Terima kasih sudah membaca blog saya. Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan. :)


Don't forget to be happy and grateful today.

















 
 
 

コメント


  • instagram
  • facebook
bottom of page