top of page
Search

Drama Penerbangan KAMPRET

  • thesimplehappylife
  • May 1, 2020
  • 6 min read

Updated: May 8, 2020

Ada dua pengalaman paling menjengkelkan dari beberapa pengalaman yang saya alami saat berurusan dengan flights. Tidak ada maksud untuk menjelek-jelekan instansi manapun. Nama instansi terkait akan saya sensor. Tulisan ini ditulis untuk pemebalajaran bersama.


Tiga setengah tahun lalu, saya pergi ke Belanda melalui Fukuoka, Jepang. Waktu itu saya pesan tiket pesawat dengan maskapai China Eastern melalui travel agency yang tidak akan saya sebut namanya. Tiket waktu itu sangat murah yaitu ¥45.000 pulang pergi dengan jenjang waktu satu bulan. Jika dirupiahkan sekitar 6 juta.


Saat sedang check-in di bandara Fukuoka,semua terlihat normal. Proses pengecekan passport dan tiket pesawat berjalan seperti biasa. Tiba-tiba mbak-mbak counter wajahnya terlihat bingung. Ia berulang kali mengecek e-ticket yang saya print dengan monitor yang ada di depannya. Tapi, mbak counter ini tidak mengatakan bila ada kesalahan. Akhirnya check-in selesai tanpa ada masalah. Lega lah saya.


Ketika sudah mulai boarding dan saya berada di barisan paling akhir, mbak-mbak counter tadi berlari tergopoh-gopoh menghampiri saya sambil berteriak

"Erica Sama! Erica Sama!" Yang artinya "Ms. Erica! Ms. Erica!"

Kemudian saya mendekati mbak-mbak tersebut. Perasaan saya sudah tidak enak dan mulai deg-degan. Dengan tergopoh-gopoh mbak-mbak counter menjelaskan dalam Bahasa Jepang yang artinya

"Mohon maaf. Ms. Erica. Barusan saya check kalau tiket Ms.Erica cuma sekali jalan dari Fukuoka ke Amsterdam. Tidak ada tiket kembali ke Fukuoka. Tapi, anehnya kenapa di print-printan ticket Ms. Erica tertera tiket pulang pergi? Coba tolong dikonformasi dengan travel angency nya."

APAAAA?????? Saya langsung panik!

Cuma tinggal 20 orang lagi di depan saya. Saya terbirit-birit lari ke toilet persis di belakang saya. Dengan sergap saya mengambil handphone dan menelpon travel agency terkait. Badan saya gemetar ketika operator travel angecy membenarkan bahwa tiket saya hanya sekali jalan. Mau tidak mau saya harus beli tiket return dari Amsterdam ke Fukuoka. UANG DARI MANA? Kepala saya begitu berat saking paniknya. Dengan berlari terbirit-birit saya kembali ke antrian boarding. Hanya lima orang berada di depan saya. Sambil panik saya check harga tiket sekali jalan di skyscanner.com. Kaki saya langsung lemas. Asam lambung saya naik sampai ke tenggorokan. Harga tiket sekali jalan Amsterdam - Fukuoka sekitar 15 juta dong!!! DUIT DARI MANA???? Apa yang mau saya gadaikan?

Pandangan saya semakin buyar. Hanya ada tiga orang lagi di depan saya. Sempat berpikir untuk membatalkan perjalanan saya ke Amsterdam. Tapi, hati nurani berkata saya harus tetap berangkat. Selama perjalanan saya sulit sekali tidur karena sangat kepikiran bagaimana caranya bisa kembali ke Jepang. Mau hitchike naik pesawat? Ya nggak mungkin dong! Kecuali saya kenal suaminya Iis Dahlia... hehe bercanda..


Jadi sebenarnya, seminggu sebelum penerbangan ke Amsterdam, saat sedang makan di kantin kampus, saya minta tolong teman dekat saya untuk menelpon travel agency terkait. Saya sedang makan saat itu jadi tidak bisa banyak bicara takut tersedak. Saya hanya ingin tahu berapa biaya tambahan apabila saya mau mengganti tanggal penerbangan. Pada saat itu ada kesempatan untuk menjadi volunteer refugee camp di Tesalonika, Yunani. Saya ingin sekali berangkat. Karena kebetulan juga akan ke Amsterdam, saya pikir sekalian saya pergi ke Yunani. Tetapi, saya ingin pastikan terlebih dahulu apakah tanggal flight untuk kembali ke Jepang bisa diundur.

Operator travel agency waktu itu kurang fasih berbahasa inggris sehingga kurang mengerti apa yang teman saya katakan. Ternyata harga untuk mengganti tanggal penerbangan begitu mahal. Akhirnya teman saya yang pada waktu itu duduk diseblah saya berkata

"It's okay then. My friend doesn't want to change the date of the return flight. We just wanted to know how much it costs if we change the date."

Nah.....setelah itu tuhhh....tanpa sengaja travel agency menghapus tiket return saya. Pantesan dari seminggu sebelum berangkat saya bingung. Kok di kalender handphonne, flight return ke Jepang tiba-tiba hilang. Jadi kalau kalian pesan tiket online, biasanya kalender handphone secara otomatis akan mencatat tanggal penerbangan kalian. Asalkan e-mail yang kalian pakai di handphone sama dengan email yang kalian gunakan untuk beli tiket.


Setelah sampai di Amsterdam, teman Belanda saya membantu menelepon travel agency terkait untuk minta ganti rugi. Mereka bersedia memberikan ganti rugi ¥90.000 yang notabene dua kali lipat harga tiket pesawat yang saya beli. Tapi nggak mau dong karena harga tiket sekali jalan pada waktu itu diatas ¥100.000. Terus sisanya mau saya bayar pakai daun?

Karena teman saya ini jago ngeyel dan setelah ngeyel berjam-jam sampai telpon kami harus dioper dari kantor travel agency di India lalu dioper ke kantor pusat di Australia, akhirnya travel agency bersedia memberikan penerbangan baru dengan Korean Airlines. Yang harganya sekitar ¥120.000 sekali jalan.

Wahhhh gokiil!!!! Kebayang nggak sih?

Saya beli tiket China Eastern ¥45.000 (sekitar 6 juta rupiah) pulang pergi. Lalu, mereka memberi tiket gratis return ke Jepang dengan Korean Airlines yang harganya ¥120.000 (sekitar 16 juta rupiah) sekali jalan!!!! Saya untung 10 juta dong! Meski harus jantungan telebih dahulu. Intinya ada pelangi sehabis hujan.

Hanya sekedar informasi, rating China Airlines kurang bagus di internet. Service nya juga kurang oke menurut review para traveller. Berbanding terbalik dengan Korean Airlines yang merupakan salah satu maskapai dengan rating yang tinggi. Tapi, untuk harga murah dengan pelayanan yang saya dapat menurut saya China Eastern not so bad lahh...



Amsterdam. (I took this picture :'))))) #proudofmyself)



Zaanse Schans (I took this picture lho :)))) #sombongdikitah)


Berlanjut ke pengalaman kedua.


Waktu itu Maret 2018, saya hendak terbang kembali ke Jepang melalui bandara Soekarno-Hatta. Lagi-lagi saya menggunakan maskapai China Eastern karena itu maskapai yang paling murah saat itu. Maklum mahasiswa dan traveller kere. Sebenarnya pengalaman saya ini sama sekali bukan salah China Eastern.


Rute penerbangan saya waktu itu adalah Jakrta-Shanghai-Fukuoka. Saya harus transit di Shangai selama dua jam. Biasanya saya hanya melakukan sekali check-in sewaktu di Jakarta dan bagasi langsung diambil di bandara Fukuoka. Jadi, ketika saya di Shanghai, seharusnya saya cuma duduk-duduk saja menunggu penerbangan selanjutnya ke Fukuoka.

Tetapi, waktu itu sangat aneh. Ketika saya check-in di Soekarno-Hatta, mas-mas counter cuma memberi saya satu tiket Jakarta-Shanghai dan tiket Shanghai-Fukuoka hanya berbentuk print-printan kertas HVS tanpa ada sticker bagasi. Saya bingung dan mencoba bertanya

"Lho mas, ini tiket Shangai-Fukuoka cuma kertas HVS? Terus kok bagasi saya cuma sampai Shanghai?"

"Iya mbak nanti harus ke luar imigrasi dan check-in lagi di Shanghai." Jelas mas counter.

"Lho kok gitu sih mas? Kemarin waktu dari Jepang via Shanghai saya cuma check-in sekali di Jepang. Kok ini harus dua kali? Saya cuma transit dua jam lho mas. Itu nggak bakal cukup waktunya. Pasti bakal ketinggalan pesawat."

Kemudian mas counter berusaha menenangkan saya "Ini regulasi dari bandara China mbak. Kalau menuju Indonesia memang bisa. Tapi, kalau dari Indonesia menuju negara lain tidak bisa. Mbak harus keluar imigrasi China dan check-in ulang. Waktunya pasti cukup mbak... pasti. Kalau nggak cukup waktunya, nggak bakal dijual tiketnya."

Sebenernya mas itu ada benernya. Tapi, dua minggu lalu ketika saya berada di bandara Shanghai, keadaan bandara itu penuh dan ramai banget! Bahkan antrian di zona transit aja ramenya nggak manusiawi. Saya tidak bisa membayangkan seramai apa dibagian check-in.

"Kalau bandaranya rame, terus saya ketinggalan flight gimana mas?" Saya kembali bertanya.

"Kalau imigrasinya rame dan mbak ketinggalan pesawat gara-gara itu. Seharusnya, mereka yang akan ganti rugi karena itu bukan salahnya mbak" Si mas petugas kembali menenangkan saya.


Kebetulan saat saya kembali ke Jepang, saya satu pesawat dengan beberapa teman kampus yang baru saja mengeikuti mission trip di Indonesia. Saya menceritakan kerisauan kepada mereka. Setidaknya kalau terjadi apa-apa kami tidak sendirian.


Teng...teng..teng.....

Ketika sampai di imigrasi bandara Shanghai, antriannya paraaaah sekali. Ada beberapa counter imigrasi disana tapi hanya dua yang dibuka! Banyak para petugas bandara disana. Tapi, mereka cuma ngelihatin antrian yang panjang tanpa ada solusi untuk membuka counter baru. Mereka cuma bengong dan ada juga yang malah bercanda-canda dengan rekannya. Kan jadi sebel banget lihatnya! Woy sadar dong kami semua panik karena bakal ketinggalan pesawat!

Semua turis mengeluh termasuk saya. Banyak sekali yang marah karena mereka takut tidak dapat mengejar penerbangan selanjutnya. Antrian di imigrasi panjangnya tidak manusiawi. Seperti mengantri sembako gratis. Belum lagi kami harus menunggu bagasi. Sudah pasti kami ketinggalan penerbangan selanjutnya ke Jepang. Segerombolan bapak-bapak TKI dibelakang saya cuma tertawa.

"Bapak nggak takut ketinggalan pesawat?" Tanya saya pada salah satu dari mereka.

Bapak itu menunjukan tiketnya ke saya sambil tertawa "Sudah ketinggalan dari sejam yang lalu mbak."

Mata saya melotot lebar "Bapak nggak panik?"

Ia kembali tertawa dan menjawab santai "Bukan saya yang beli tiketnya. Ini dari perusahaan. Ya saya santai aja mbak."

Dalam hati saya berkata kalau tiket saya yang beli juga perusahaan saya juga bakal santai pak. Kalau saya harus beli tiket baru nggak makan saya sebulan pak....


Setelah lama menunggu antrian imigrasi, akhirnya saya dan teman-teman berhasil keluar. Ternyata antrian di security check sama saja seperti antrian sembako dong! Manalagi orang lokal main dorong-dorong sembarangan. Saya ESMOSI luar biasaaaahhhh. Tapi ya sudah lah tidak mungkin juga penerbangan selanjutnya kekejar.

Salah satu teman saya mendatangi kantor China Eastern untuk meminta pertanggung jawaban karena memang kami ketinggalan pesawat. Awalnya mereka tidak mau memberikan ganti rugi karena itu bukan salah mereka. Memang benar. Tapi, itu juga bukan salah kami. Itu salah regulasi bandara Shanghai yang kurang sigap menangani turis yang mbluudaaak di bandara! Akhirnya, setelah menunggu cukup lama, kami mendapat penerbangan baru secara gratis. Tapi, kami harus menunggu lebih dari lima jam untuk flight selanjutnya. Ya sudahlah. Itu jauh lebih baik daripada tidak bisa kembali ke Jepang sama sekali.




Bandara Shanghai



Sebagai saran sebelum penerbangan, pastikan dokumen dan tiket kalian lengkap. Kalau bisa, pastikan lagi satu minggu sebelumnya. Check e-ticket kalian dan cermati benar-benar tanggal dan jam penerbangan. Kalau ada hal yang kalian rasa aneh saat check-in , tanya sedetail-detailnya kepada petugas termasuk meminta saran untuk hal apa saja yang harus kalian lakukan apabila ada sesuatu buruk terjadi. Kalau ada hal buruk terjadi but it isn't because of your mistake, minta pertanggung jawaban pada pihak terkait.


Terima kasih sudah membaca blog saya.

Tunggu blog selanjutnya minggu depan ya!

Yang belum baca travel ANTI MAINSTREAM di Ceko dan kejadian horror di rumah tua Ceko silahkan di check https://thesimplehappylife.wixsite.com/website-2/post/travel-anti-mainstrem-ceko


Don't forget to be happy and grateful today. :)





 
 
 

Comments


  • instagram
  • facebook
bottom of page