top of page
Search

Volunteer di Hirokawa, Jepang.

  • thesimplehappylife
  • May 8, 2020
  • 5 min read

Tahun 2016 saat masih kuliah semester 2 di Jepang, saya bergabung dengan circle kampus bernama EIGO. Kegiatan kami yakni mengajar Bahasa Inggris anak-anak Jepang secara gratis. Project pertama yang saya ikuti yaitu mengajar Bahasa Inggris di Kota Hirokawa. Sebuah kota kecil di Pulau Kyusu yang tak jauh dari Kota Fukuoka.

Project ini disubsidi oleh pemerintah kota Hirokawa. Jadi, saya benar-benar tidak membayar sepeserpun kecuali biaya membership circle. Membership fee nya pun tidak mahal. Saya lupa berapa sepertinyas sekitar 200 ribu rupiah untuk satu semester.


Saya dan ketiga teman kampus dari India, Nepal, dan Banglesh berangkat ke Hirokawa menggunakan bus antar kota. Saat sampai di bus stop yang bentuknya hanya halte sederhana di pinggir jalan tol, sudah ada ibu-ibu paruh baya, agak tambun memakai baju bunga-bunga khas nenek-nenek dan topi semacam topi cowboy . Usianya kira-kira 60 tahun. Ia melambaikan tangan pada kami dan mengucapkan salam

"Konnichiwa!!!"

Ibu ini bernama Fumiko San, tapi kami lebih sering menyapanya Fu Chan. Ia bertugas untuk mengantar jemput kami. Anaknya merupakan kepala cultural exchange di Kota Hirokawa.


Masuklah kami ke dalam mobil Fu Chan. Dari halte bus, kami masih harus menempuh kira-kira 20 menit untuk sampai di pusat Kota Hirokawa. Sepanjang perjalanan saya terus memandangi jendela. Sebenarnya Hirokawa tidak bisa dibilang Kota melainkan kota kabupaten. Tidak ada bangunan tinggi menjulang. Kanan-kiri terdapat banyak sawah dan rumah kaca yang ditanami stroberi. Rumah-rumah penduduk di sepanjang jalan juga masih sangat tradisional. Rumah Jepang kayu yang diluarnya terdapat taman ditumbuhi bonsai dan sakura.


Akhirnya kami sampai di Hirokawa city hall. Disana sudah ramai para pegawai city hall yang dengan ramah menyambut kedatangan kami. Mereka semua membungkukan badan memberi salam dengan sumringah. Saya yang notabene belum fasih berbahasa Jepang masih malu-malu menimpali salam mereka.

Kami dibawa ke sebuah ruangan yang dihasi dengan tulisan "Welcome to Hirokawa". Ternyata host family kami sudah menunggu disana.

Pak wali kota memberikan sambutan dengan Bahasa Jepang. Saya cuma haik haik saja padahal tidak mengerti sama sekali hehehehe....... Kami dipanggil satu persatu ke depan untuk memperkenalkan diri. Haduhhh malu banget awalnya karena Bahasa Jepang saya masih amburadul. Tapi ya sudahlah bodo amat yang penting saya memberikan senyuman sumringah dan ceria untuk memberikan kesan positif.

Saat kami maju kedepan, host family kami pun juga ikut mendampingi. Saya mendepatkan kesempatan untuk tinggal dirumah keluarga Toshi yang memiliki satu anak perempuan berusia 8 tahun dan satu anak laki-laki berusia 4 tahun.


Setelah acara ramah tamah usai, kami pergi ke rumah host family masing-masing. Di dalam mobil ada mama yang menyopir, saya disampingnya, dan dua adik saya duduk dibelakang. Papa masih lembur kerja waktu itu. Yuiki yang masih berumur 4 tahun harus duduk di kursi khusus balita. Yuiki cerewet banget! Dia selalu mengajak saya bicara dengan colotehan anak kecil. Awalnya rasanya awkward karena mereka tidak bisa Bahasa Inggris. Saya deg-degan banget mau ngomong menggunakan Bahasa Jepang. Tapi, ya lagi-lagi bodo amatlah asal jemplak sok pede aja dan sok-sok ngerti mereka ngomong apa.Padahal zonkkkkk nggak ngerti apa-apa hehehe........ hanya bermodalkan haik haik haik..


Kami tiba dirumah kayu khas Jepang. Tamannya cukup luas ditanami bonsai dan dibelakang rumah terdapat rumah kaca berisi stroberi. Ada traktor terparkir di depan rumah. Ternyata selain pegawai negeri di City Hall, papa host family saya juga memiliki beberapa petak sawah dibelakang rumah.

Saya mencopot sepatu dan menggantinya dengan selop rumah yang sudah di sediakan. Budaya di Jepang, apabila masuk rumah, kami harus menggantinya dengan selop khusus.

Rumah ini sangat tua. Mungkin usianya sekitar 70 tahun. Bau tatami atau jerami begitu kuat. Tatami merupakan lantai khas jepang yang terbuat dari jerami. Seorang nenek bungkuk berkacamata keluar menuju pintu utama. "Konnichiwa" Kata nenek itu dengan ramah. Ternyata nenek itu ibu dari papa host family. Saya semakin masuk ke dalam rumah. Di kanan saya terdapat sebuah ruangan berlantaikan tatami Di sana juga terdapat altar megah berwarna hitam dan emas dihisai dengan patung dewa-dewi Jepang. Terdapat juga guci-guci antik yang saya yakin berisi abu leluhur keluarga ini. Bau dupa cukup terciup diruangan itu. Diotak saya terbayang-bayang film Sadako. Saya merinding dan buru-buru mengejar mama host family.

Mama mengantar saya ke lantai dua. Dilantai dua terdapat sebuah kamar yang mirip kamar Nobita dan Doraemon. Tidak ada kasur spring bed, melainkan futon yang tertata rapih di dalam lemari. Saya harus menata futon tersebut saat mau tidur.


Meski Bahasa Jepang saya di kala itu sangat amat terbatas, tapi mereka memperlakukan saya begitu baik. Kedua adek saya, Nanari dan Yuiki juga menganggap saya seperti kakak perempuannya. Mereka juga memanggil saya "One Chan" yang artinya "Mbak." Setiap hari saya bermain bersama mereka di sawah. Mereka juga sering mengajak saya bermain layang-layang di lapangan dekat rumah. Bahkan di sore hari mereka sering membawa saya ke sekolah mereka yang hanya 10 menit berjalan kaki dari rumah. Dengan bangga mereka memamerkan teman-temannya kalau mereka punya kakak dari Indonesia. Lucu ya anak-anak. Bangga kalau bisa interaksi dengan orang asing. Meskipun Bahasa Jepang saya blepotan tapi kedua adek saya ngerti lho saya ngomong apa. Bahkan mereka juga yang selalu mengajarkan saya Bahasa Jepang. Saking lengketnya sama saya, Yuiki, adek saya yang laki-laki, kalau mandi selalu ingin ofuru (bak mandi air hangat) dengan saya, tidak lagi mau dengan mamanya dan Nanari.


Saya, Nanari, dan Yuiki memasak Opor untuk masyarakat Hirokawa.



This is my Japanese family. :)


Selama volunteer, setiap pagi dari pukul 7.30 - 12.00 saya dan ketiga teman kampus mengajar Bahasa Inggris di tiga sekolah. Sebenarnya tidak benar-benar mengajar, tapi lebih kearah bermain dan memperkenalkan budaya negara kami pada mereka. Setelah jam 12:00 biasanya Fu Chan dan bapak mantan walikota Hirokawa membawa kami berjalan-jalan di Kota Hirokawa. Mereka memperkenalkan tempat-tempat wisata dan bersejarah di kota ini. Sebenarnya tujuan program ini bagi mereka adalah memperkenalkan Kota Hirokawa kepeda warga negara asing untuk meningkatkan pariwisata di kota tersebut. Semenjak anak Fu Chan yang bernama Sima San menjabat sebagai ketua departement of cultural exchange, Hirokawa sering mengundang para volunteer untuk tinggal di kota nan indah ini. Bahkan mereka juga memberikan beasiswa untuk anak-anak yatim piatu dari Asia Tenggara untuk sekolah dan tinggal bersama keluarga Jepang di Hirokawa.


Saya merasa bersyukur bisa bertemu keluarga Jepang ini. Setiap liburan musim semi, saya selalu sempatkan untuk mengunjungi mereka. Bahkan setiap saya kembali ke Jepang sehabis dari liburan ke Indonesia atau negara lain, mama, papa, Nanari, dan Yuiki selalu menjemput saya di bandara Fukuoka.


Bulan April tahun 2019, saat saya meninggalkan Jepang terakhir kali. Saya meninginap dirumah mama papa selama dua malam. Ternyata mereka mengadakan farewell party untuk saya dan Fu Chan juga hadir bersama anak angkatnya dari Cambodia. Saya benar-benar ingin menangis saat itu. Hanya berawal dari volunteer satu minggu, hingga akhirnya menjadi bagian dari keluarga ini meski Bahasa Jepang saya sampai sekarang masih tidak bagus. Mereka begitu menyayangi saya seperti anaknya. Alam semesta begitu baik.....


Sebelumnya Kota Hirokawa tidak begitu sering mengadakan cultural exchange karena mereka tidak tahu bagimana mendapatkan channel kel uar negeri. Sepertinya semua sudah diatur alam semesta.

Ketika Suman (ketua circle EIGO) pergi ke Mesir, tak disangaja ia bertemu turis Jepang yang tak lain adalah Fu Chan dan Sima San anak perempuannya. Akhirnya mereka bertukar cerita jika Suman merupakan ketua organisasi volunteerism dan Sima San merupakan ketua department of cultural exchange. Dari situlah kerjasama ini dimulai.....


So..... you will never know what the universe is going to give you. The world is full of surprises.

Dunia itu sangat sempit. Kalian tidak bakal tahu, barang kali orang yang kalian temui di halte bus akan menjadi orang penting dalam hidup anda.


Kalau kalian mau cari kegiatan volunteer kalian bisa buka https://workcamps.sci.ngo/icamps/#

Kalau mau menghemat tempat tinggal dan biaya makan saat travel tapi sekaligus ingin volunteer dan berguna bagi orang lain, kalian bisa bergabung dengan https://www.workaway.info/



Melukis boneka Jepang bersama Nanari, Yuiki, dan anak-anak di Hirokawa.



Saat mengajarkan menulis "Self Introduction"


Terima kasih sudah membaca blog saya. Jika ada pertanyaan mengenai volunteerism, don't hesitate to contact me through instagram. :))

Tunggu cerita selanjutnya minggu depan ya!

Yang belum membaca "Drama Penerbangan KAMPRET" silahkan disimak ya! :)



Don't forget to be happy and grateful today. :)


Comments


  • instagram
  • facebook
bottom of page