top of page
Search

Hitchhiking Thailand - Cambodia

  • thesimplehappylife
  • Jun 27, 2019
  • 8 min read

Updated: Apr 16, 2020


Koh Yao Noi, Thailand.


Tahun 2016 saya solo backpacking ke Thailand dan Cambodia. Usia saya waktu itu masih 18 tahun. Karena hanya berpenghasilan jadi buruh dapur di Jepang, saya cuma bawa uang kurang lebih Rp 1.000.000,00 untuk satu minggu. Itu sudah termasuk biaya tempat tinggal, transpot, makan, dan tiket masuk Angkor Wat.


Agak nekat sih waktu itu karena saking terinspirasinya sama Trinity The Naked Traveler. Demi pengiritan saya nggak tinggal di hotel mahal, tapi di hostel bunk bed dan Couchsurfing. Apa itu Couchsurfing? Itu aplikasi untuk para backpacker yang ingin cari tempat penginapan gratis. Jadi, kita numpang tinggal di rumah penduduk. Kok mereka mau nge-host kita tanpa bayar? Karena biasanya hosts di Couchsurfing ingin bertukar budaya dan belajar Bahasa Inggris dengan para backpacker yang rata-rata orang asing.


Seminggu sebelum terbang ke Thailand, saya nge post di Couchsurfing open trip group. Iseng-iseng tanya ada nggak backpackers yang akan travel ke Thailand dan Cambodia dengan tanggal yang sama kayak saya. Dan saya juga tanya ada nggak yang kira-kira tertarik hitchhike bareng dari Thailand ke Siem Reap, Cambodia untuk lihat Angkor Wat. Nggak lama kemudia ada nenek-nenek yang balas post saya. Singkat cerita kita tukeran nomor Whatsapp dan janjian untuk travel bareng. Nenek-nenek itu orang Canada usianya 68 tahun. Dia emang hobby banget travelling. Kata dia, karena suaminya pensiunan pegawai airport Canada, jadi kalo pergi ke luar negeri nggak perlu bayar tiket pesawat. Saya nggak ngerti juga detailnya gimana, tapi itu yang dia bilang. Karena waktu itu dia masih di Madagascar (atau mana saya lupa) dan langsung dia pesan tiket ke Bangkok untuk seminggu kemudian. Nggak kebayang itu tiket pasti mahal banget. Tapi kata dia gratis so why not?


Singkat cerita kami akhirnya bertemu di Bangkok. Baru satu hari liburan di Bangkok sama si nenek, saya sudah mulai mencium hal-hal aneh. Si nenek sering banget pinjem uang katanya dia nggak punya receh. Hari kedua kami melanjutkan perjalanan dari Bangkok ke Krong Poi Pet yaitu kota perbatasan Thailand - Cambodia. Perjalanan selama kurang lebih 5 jam di tempuh dengan kereta ekonomi non AC yang harganya MURAH BANGET!!. Ya karena murah itu harus rela duduk seblah ayam dan berdesak-desakan dengan para pedagang pasar. Kebayangkan gimana suasana di kereta? Apalagi kalau para pedagan pasar ini sudah mulai berkeringat. Aromanya itu...... kalau orang jawa bilang seeengg ..


Saat di kereta, kami bertemu dengan backpacker ganteng dari Canada. Sebut saja namanya Will. Si Will ini muka dan perawakannya mirip Christ Hamsworth. Kebayangkan gimana? Iyaa haduh ganteng banget. Saya jadi betah lama-lama dikereta nggak peduli lagi sama apek, ledisnya aroma pedagang pasar. “You have amazing muscles” Kata si nenek. “Thanks. Got it trained from my work cause I am a construction guy” LAHHH... ganteng-ganteng gini ternyatak kuli bangunan. Weleh mas, mbok ke Indonesia aja jadi Model!


JENG JENG..... drama traveling bersama si nenek segera dimulai. Hampir setengah perjalanan saya tertidur. Tiba-tiba saya bangun karena si nenek berteriak-teriak di samping saya memaki si Will. Entah tahu persis apa pembicaraan mereka sebelumnya, Will dan Nenek adu argumen panas. Akhirnya Will memilih untuk diam, tapi nenek masih tetap ngedumel. Dengan senyumnya yang manis banget, Will memilih untuk bicara dengan saya dan tak menggubris si nenek.


Suasana dalam kereta. Will, nenek, dan saya.

Sekitar pukul 1 dini hari, kami bertiga sampai di Krong Poi Pet. Waktu nggak memungkinkan saya dan nenek untuk hitchhike. Tapi, si nenek tetep ngotot untuk hitchhike ke Siem Riep saat itu juga. Jelas sebenernya itu nggak mungkin karena nggak banyak mobil yang sliweran di jalan. Dari Krong Poi Pet ke Siem Riep juga cukup jauh. Kira-kira 3 jam perjalanan darat.

"It isn't possible to hitchhike during this time. You guys can go together with me by bus or rent a car." Wah gila nih si Will baik banget. Habis dimaki sama si nenek dan dikacangin selama perjalanan, dia masih mau nawarin pergi bareng sama dia.

"No! We don't have money. We will hitchhike now no matter what!" Si nenek tetep ngotot. Lalu, dia tarik tangan saya dan akhirnya kami berpisah dengan Will. Sebenernya nggak masalah buat saya untuk naik bus karena harganya juga nggak mahal. Tapi, ya maklum saya masih 18 tahun dan pertama kali backpack sendirian. Masih polos, bodo, dan nggak berani bilang "nggak". Ditambah lagi si nenek selalu bilang "Do not trust random man you meet during travel especially the white! They like to lie to asian girls because all they want is just s*x! Don't trust Will!"


Kami berdua jalan sekitar lima belas menit untuk cari money changer. Ehhhh....lha ternyata di money changer, kami ketemu sama si Will lagi! Si Will mendekat ke kami dan bicara baik-baik

"It's too late for you guys to hitchhike. I met other backpackers. We are renting a car to Siem Riep. The car is leaving in an hour. You guys can join us and split the price."

Si nenek malah memaki Will dan tetep ngotot untuk hitchhike. "I think it is good idea. We can join them because it is not possible to hitchhike now. If we are staying at a hostel, it will cost the same." Saya mencoba meyakinkan nenek.

Tapi, si nenek malah membara dan memaki saya "Do you trust me or this random man who is going to rape you? "

Haduhh....saya bingung banget gimana ini? Saya tahu nenek ini agak aneh. Tapi, kalo saya milih pergi bareng Will gimana? Saya takut kalau nanti diapa-apain. Apalagi backpacker yang lain cowok semua.

Saya menatap Will, dalam hati saya katakan "Will, I don't know what I should do. Please, help me!"

Will mengerti hati saya. Saat saya hendak berpaling dan mengejar si nenek, Will memberikan sepucuk kertas sambil tersenyum berat, seolah hatinya berkata "I hope everything is gonna be okay." Ternyata, Will menulis nama Facebooknya di kertas itu. Jadi, apabila sesuatu terjadi, Will ingin saya mengontaknya.


Singkat cerita, saya dan nenek memutuskan untuk menyewa kamar disalah satu rumah penduduk karena kita nggak ada hostel murah disepanjang jalan. Kata si nenek kita bakal split. Ehh tapi tetep aja saya yang bayar karena katanya dia nggak punya uang receh.


Petualangan hitchhiking saya dimulai. Sekitar pukul 7 pagi, kami mulai mencari mobil. Akhirnya setelah 30 menit, ada mobil yang berhenti. Kami nggak diantar ke sampai Siem Riep. Hanya 30 menit dari Krong Poi Pet dan entah itu dimana. Kami harus cari mobil lagi, tapi nggak ada satupun mobil yang mau berhenti. Banyak para sopir yang menawarkan jasa antar. Tapi, harus bayar dengan tarif nggak rasional. Seperti biasa si nenek-nenek marah-marah dan memaki semua orang karena kesel nggak ada satupun yang mau bantu backpacker kere ini. Tiba-tiba, ada bapak-bapak naik motor yang kasihan melihat kami jalan kepanasan bawa backpack dan koper. Tepatnya kasihan sama saya sih karena saya udah jalan kepanasan, duit diporotin, bawa backpack, dan harus geret koper si nenek pula. Bapak ini baik banget. Dengan sepeda motornya yang mirip Honda Revo, beliau mau mengantarkan kami ke Siem Riep.


Kami bertiga cenglu alias gonceng telu dengan posisi nenek ditengah dan saya di belakang. Helm cuma satu dipake sama bapak. Tas dan koper di taruh di depan bapak. Bisa kebayangkan kalian? Ternyata sebrutal-brutalnya orang naik motor di Indonesia, di Cambodia jauh lebih parah! Pantat saya sampai gepeng dan kulit saya gosong parah karena harus duduk di sepeda motor selama 2 setengah jam. Tapi gila sih bapak ini baik banget! Kami juga sempet berhenti dijalan dan ditraktir makan siang! Semoga lancar rejeki ya pak....


Mobil yang mengantarkan kami.

Singkat cerita, kami sampai di Siem Riep. Si nenek minta minum es kopi di cafe yang ada wifi nya. Kali ini katanya dia bakal bayar sendiri. Tapi, lagi-lagi pinjem uang saya katanya nggak ada receh. Udahlah bodo amat saya pusing mikirin si nenek. Begitu ada wifi, saya langsung add Will di Facebook. Dengan cepat Will accept friend request saya dan dia langsung kirim message.


Safe travels and I hope you make it to Siem Reap ok Erica! Hitch hiking at night is sketchy anywhere let alone Cambodia. Send me a message when you get there!


Saya tersentuh banget dengan si Will! Kenapa juga saya harus percaya sama si nenek kalo Will mau nge-rape saya. Saya langsung chat Will dan cerita ke dia segala keluh kesah yang saya alami sama si nenek. Ternyata Will sudah sampai duluan di Siem Riep. Will baik banget. Dia kasih alamat hostelnya kalau misalkan ada apa-apa dengan saya, saya bisa lari mencari dia. Dia juga bilang jangan takut karena banyak traveler cewek disana. Tapi, saya bilang ke Will nggak bisa ninggalin si nenek karena dia udah tua dan nggak sopan kalo ninggalin dia gitu aja. Apalagi saya udah ada janji untuk nginep dua malem di host Couchsurfing saya.


Drama berikutnya dimulai. Sore menjelang saya segera mencari alamat rumah host Couchsurfing saya. Sebut saja namanya Jameson, orang Perancis yang lagi magang di Siem Riep. Perusahaanya memberikan flat cukup besar dengan tiga kamar dan Jameson share flat dengan cewek orang USA. Baru sampai di flat, si nenek udah mulai adu argumen politik dengan cewek Amerika ini. Kepala saya pusing karena nenek nggak berhenti ngomong. Untung Jameson orangnya sabar dan baik banget. Dia mengajak saya dan nenek untuk pergi cari ice cream supaya nenek berhenti ngomong. Sebelum pergi, saya jemur handuk basah di kursi ruang makan.


Setelah makan ice cream, saya nggak langsung balik ke flat bareng mreka. Saya ijin sebentar cari wifi untuk telpon orangtua. Waktu sampai flat, saya dimaki sama si nenek karena handuk basah yang saya jemur baunya nguap sampe keseluruh ruangan dan bikin cewek Amerika itu marah besar! Saya juga bodoh sih kok juga saya taruh handuk di kursi ruang makan... haduh...Saya dimaki katanya gara-gara saya Jameson bakal di kick-out dari flat itu sama si cewek. Jameson nggak bakal punya tempat tinggal lagi lalu saya harus tanggung jawab. Saya beneran hampir nangis dimaki begitu. Jameson ngelihatin kami berdua sambil tertawa heran.


Akhirnya, Jameson ajak saya pergi keluar tanpa si nenek. Kita pergi cari cafe yang nyaman untuk ngobrol. Dia bilang jangan terlalu dipikir apa kata si nenek. Masalah handuk nggak bakal sampe bikin dia di kick out. Toh, temennya juga nggak marah besar. Dia tipikal cewek Amerika kota aja yang agak arrogant dan nggak begitu ramah sama orang non USA. Dengan sangat meminta maaf, Jameson meminta kami untuk cari hostel murah untuk malam kedua di Siem Riep. Dia bilang lebih baik kami pergi besok pagi-pagi bersamaan saat dia berangkat kerja. Si cewek Amerika itu kurang nyaman dengan nenek karena dia selalu ngomel masalah perpolitikan USA dan cewek itu sempet tersinggung. Saya bilang nggak masalah, malah saya yang merasa nggak enak. Akhirnya Jameson bantu saya berkeliling mencari hostel murah. Sambil jalan, kita ngobrol banyak hal. Dia orangnya dewasa banget meski usianya masih 22 tahun. Di bercerita bagaimana plan dia dengan pacarnya yang di Perancis, pekerjaan dia, bahkan keingan dia untuk bantu membuat sanitasi air bersih di Cambodia. Jadi si Jameson ini magang di istilahnya PAM nya Cambodia. Dia membantu pemenrintah Cambodia untuk program air bersih.


Hari berikutnya saya dan nenek pergi ke Angkor Wat. Nggak ada banyak drama sih karena saya sudah sangat badmood sama nenek jadi saya selalu anggep angin kalau nenek ngomong. Kampretnya, masak banyak orang di Angkor Wat mikir saya anak angkat nenek ini! Adanya saya yang ngangkat nenek ini mas, mbak.... haduh... karena terlalu seringnya bayarin nenek.


Setelah bertamasya bersama si nenek kurang lebih 3 hari, saya bilang baik-baik ke nenek kalau lebih baik kita balik ke Bangkok besok siang. Nggak usah hitchhike lagi karena saya sudah belikan tiket bus murah dari Siem Riep ke Bangkok. Saya benar-benar ingin cepat sampai ke Bangkok dan menenangkan diri menikmati sisa liburan saya. Saya juga bilang kalau sampai Bangkok saya bantu cari hostel murah dikawasan Khao San Road dan kita berpisah disana.


Perjalanan ke Bangkok ternayata seru banget! Nggak cuma naik bus, tapi ternyata kita juga dinaikan ke mobil pick-up yang nggak ada tutupannya. Jadi, kami duduk rame-rame bareng backpacker lainya. Isinya semua bule muda yang kece-kece! cuci mata.... haha...Agak kurang ajar sih. Saya nggak terlalu nggubris si nenek, saya malah nyanyi-nyanyi gitaran sama backpacker cakep dari Canada dan Venezuela.


Beginilah pengalaman saya backpack dan hitchhike pertama di luar negeri. Silahkan ambil hal-hal yang positif. Tidak ada maksud untuk menyinggun pihak manapun. Kalau ada masukan/saran atau mau request topik, bisa hubungi saya lewat facebook/instagram/email.


Terima kasih sudah membaca artikel dari The Happy Simple Life! Always be happy :)



Angkor Wat, Siem Riep, Cambodia.


Comments


  • instagram
  • facebook
bottom of page